Senin, 01 Maret 2010

WACANA HAK-HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PENCIPTAAN KARYA DESAIN GRAFIS

ABSTRAK

Karya desain grafis pada hakekatnya merupakan buah pikir dari serangkaian proses kreatif setelah melalui beberapa tahap layout secara komprehensif. Karya desain biasanya identik dengan style seseorang dalam menghasilkan karya, yang tidak lain merupakan produk kekayaan intelektual desainer yang patut untuk dilindungi.

Hak-hak atas kekayaan intelektual sebagai produk hukum disisi lain berupaya melindungi

produk grafis atas penciptaan seorang desainer melalui perangkat UU Hak Cipta dan Merek.

Kata kunci: HAKI, Desain grafis, Hak Cipta dan Merek.

ABSTRACT

Graphic design product is produced by many creative process after many lay out, have been made comprehensively. While producing design, graphic designer usually have their own style. Style that is produced by graphic designer is an intellectual property product that must be protected.

In other way, the right of intellectual property as a law product, trying to protect the

creation of graphic designer throught the law of mark and copy right.

Keyword: Intelectual property right, graphic design, law of mark and copy right.

PENDAHULUAN

Memang belantara kreativitas sangat luas. Terkadang how to say sama, tetapi what

to say berbeda. Atau, how to say berbeda, namun what to say nya sama. Demikian beberapa kalimat petikan tulisan Eki Thadan selaku Art Director Deliad Communication Jakarta pada kolom surat pembaca di majalah Cakram edisi 1997, tatkala mengkomentari adanya pemuatan iklan dari biro iklan Ammirati Puris Lintas di majalah serupa yang menurutnya “hampir sama” dengan iklan kreasi biro iklannya delapan bulan sebelumnya.1 Komplain serupa pernah dilakukan oleh PT. Infomedia Nusantara2 melalui surat pembaca pada majalah Cakram 1997 dengan nada “agak tinggi” terhadap desain kreatif biro iklan Pelita Alembana: “ kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan, apakah etis dan lazim dalam dunia periklanan meniru ide dari iklan-iklan yang sudah terbit lebih dahulu?”

Dugaan plagiasi ide kreatif hanya dapat dipendam “dalam benak” atau

diungkapkan "sebatas rasa kesal" tanpa penyelesaian berarti. Apakah “tuduhan” di atas

memang benar, azas pembuktian apa yang dapat diterapkan, atau kriteria apa saja yang

dapat dipakai sebagai “alat ukur ?”. Dua kasus itu merupakan contoh kecil dari sekian

banyak produk grafis yang patut diduga terjadi plagiasi kreatif.

HAK-HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) DAN RUANG

LINGKUPNYA

Obyek HAKI ialah ciptaan, hasil buah pikiran, atau intelektualita manusia. Oleh sebab itu dinamakan Hak Atas Kekayaan Intelektual atau Intellectual property. Peraturan Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right) yang telah disahkan oleh DPR RI sebagai UU di bidang HAKI pada tanggal 21 Maret 1997, adalah hak-hak secara hukum yang ber-hubungan dengan permasalahan hasil penemuan dan kreativitas seseorang atau beberapa orang yang berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang komersial (commercial reputation) dan tindakan / jasa dalam bidang komersial (goodwill). Ruang lingkup HAKI meliputi kesusasteraan, pekerjaan seni, perfilman, pemrograman komputer (hak cipta), penemuan-penemuan (invension) / hak paten, desain dan merek untuk keperluan perdagangan dan jasa (merek). Dewasa ini HAKI berada di bawah Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.

HAK CIPTA (UU No. 12 TAHUN 1997)

Hak cipta adalah perlindungan yang diberikan kepada pemegangnya atas hasil karya ciptanya. Perlindungan ini merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual yang mempunyai hubungan erat dengan kesenian dan estetika, yang juga berujung pada kepentingan industrial. Di Indonesia hak cipta dilindungi melalui UU RI No.12 Tahun 1997 j.o. UU No.7 Tahun 1987 tentang perubahan atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang hak cipta. Perlindungan tambahan yang penting dalam UU Hak Cipta No. 12 tahun 1997

adalah hak atas pertunjukan, penyiaran, ketentuan-ketentuan lisensi, dan hak-hak moral. Hak cipta diberikan kepada pencipta atas karya ciptanya, orang/kelompok/ badan hukum yang menerima hak tersebut dari pemegangnya, atau orang/ kelompok/badan hukum yang menerima hak cipta dari orang/kelompok/badan hukum yang diserahi hak cipta oleh pemegangnya. Hak kepemilikan didapatkan secara otomatis begitu seseorang menghasilkan karya cipta. Tidak ada keharusan untuk mendaftarkannya pada suatu badan

pengelola HAKI. Akan tetapi hak cipta yang terdaftar akan sangat berguna untuk proses penyelesaian jika terjadi pelanggaran terhadap hak cipta tersebut. Hak cipta bukan melindungi suatu ide atau konsep, tetapi melindungi bagaimana ide atau konsep itu diekspresikan dan dikerjakan. Tidak diperlukan pengujian, tetapi karya harus original, dibuat sendiri, bukan copy dari sumber lain, dan penciptanya harus berkonstribusi tenaga dan keahlian. Hak cipta melindungi bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang meliputi 1) buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya, 2) ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya, 3) cipta seni musik, karawitan, drama, tari, pewayangan, pantomim, dan karya siaran antara lain untuk media radio, t.v., film, dan rekaman video, 4) cipta karya tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan karya rekaman suara atau bunyi, 5) cipta seni rupa seperti seni lukis, pahat, patung & kaligrafi, 6) seni batik, 7) arsitektur, 8) engineering drawing dan spesifikasinya, 9) sinematografi, 10) fotografi, 11) program komputer, data base, dan 12) terjemahan, saduran, tafsir, penyusunan bunga rampai dan lain-lainnya. Lama perlindungan hak cipta berbeda-beda. Hasil karya asli diberikan seumur hidup ditambah 50 tahun semenjak penciptanya meninggal dunia. Dalam konteks perusahaan perlindungan ini diberikan selama 75 tahun. Karya derivative (turunan) diberikan selama 50 tahun. Karya fotografi, program komputer, terjemahan, saduran dan penyusunan bunga rampai diberikan selama 25 tahun. Beberapa segi positif dari pendaftaran hak cipta antara lain 1) pencipta/pemegang hak cipta memperoleh kepastian hukum setelah pendaftaran hak ciptanya disahkan oleh pejabat yang berwenang, 2) apabila terjadi sengketa tentang hak cipta, umumnya ciptaan yang telah didaftarkan berkedudukan hukum lebih kuat, fakta pembuktiannya lebih akurat, 3) pelimpahan hak cipta/pewarisan dan sebagainya lebih mudah dan mantap apabila telah terdaftar. Termasuk pelanggaran hak cipta adalah 1) membuat salinan atau copy tanpa izin dari pemegang hak cipta, 2) membuat salinan atau copy ke medium lain, misalnya salinan source code program komputer ke bentuk cetakan, 3) menggunakan bagian dari suatu karya cipta tanpa izin atau tanpa menyebutkan secara jelas sumbernya, dan 4) penerjemahan tanpa izin dan lain-lainnya. Pelanggaran atas hak cipta dengan cara tertentu merupakan tindakan kejahatan yang menurut pasal 44 UU No. 12 tahun 1997 adalah sebagai berikut:

1. Dipidana penjara paling lama tujuh tahun dan/atau dikenakan denda sebesar paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) siapa pun yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu.

2. Dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau dikenakan denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) siapa pun yang tanpa hak sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum atau memberi izin untuk suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta.

3. Dipidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau dikenakan denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) siapa pun yang sengaja mengumumkan setiap ciptaan yang oleh pemerintah dinyatakan bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum sebagaimana diatur di dalam pasal 16.

4. Dipidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) siapa pun yang dengan sengaja melanggar ketentuan pasal 18 yang telah menentukan bahwa:

a. Untuk memperbanyak atau mengumumkan hak cipta atas potret seseorang pemegang hak cipta, harus minta izin dulu kepada yang dipotret atau mendapat izin dari ahli warisnya setelah sepuluh tahun yang dipotret itu meninggal dunia.

b. Untuk memperbanyak atau mengumumkan suatu potret yang memuat dua orang atau lebih harus lebih dulu mendapat izin dari masing-masing orang yang dipotret atau mendapat izin dari ahli warisnya setelah sepuluh tahun yang dipotret meninggal dunia.

c. Ketentuan ini berlaku untuk potret-potret yang dibuat atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret, atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret, atau untuk kepentingan orang yang dipotret.

PATEN (UU No. 13 TAHUN 1997)

Paten adalah salah satu jenis hak atas kekayaan intelektual yang khusus diberikan

oleh suatu negara yang mempunyai Undang-Undang Paten (UUP) kepada penemu bidang

teknologi, untuk selama jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya atau

memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya. Paten dapat

diberikan kepada pemohon dengan beberapa persyaratan, yaitu bersifat baru, dapat

diterapkan dalam industri, dan merupakan salah satu bidang-bidang proses, mesin,

manufaktur, komposisi bahan, atau segala sesuatu yang bersifat perbaikan dari bidangbidang

tersebut. Jangka waktu perlindungan paten ialah 20 tahun terhitung dari filling

date.

MEREK (UU No. 14 TAHUN 1997)

Merek adalah tanda untuk membedakan barang/jasa dalam perdagangan. Termasuk di dalamnya ialah karya berupa logo, simbol, nama produk, dan merek dagang. UU Merek no. 14 tahun 1997 antara lain berisi Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 memuat 1) merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, angka, kata, susunan wama, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memililki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa, 2) merek dagang ialah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersamasama untuk membedakan barang dengan jasa, 3) kantor merek adalah satuan organisasi di lingkungan departemen pemerintahan yang melaksanakan tugas dan kewenangan di bidang merek. Pelanggaran Pasal I tertuang pada Bab IV Pasal 8, yaitu pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan melalui Badan Hukum terhadap pengguna mereknya, yang memiliki persamaan baik pada pokok atau keseluruhan secara tanpa hak, berupa ganti rugi dan penghentian pemakaian merek tersebut. Ketentuan pidana pelanggarannya tertuang pada Bab V Pasal 12, yaitu setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama secara keseluruhan dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain, untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan diperdagangkan, dipidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,-

DESAIN GRAFIS

Desain grafis sebagai bagian dari Desain Komunikasi Visual memerlukan hak atas kekayaan intelektual saat menghasilkan produk grafis.12 Dewasa ini bidang kegiatan desain grafis semakin luas, mencakup semua aspek komunikasi visual melalui penciptaan logo (trade mark), perencanaan dan pembuatan buku berikut wajah sampul, ilustrasi dan tipografinya, sampul CD (Compact-Disk ), perencanaan wajah kalender, grafis untuk segala bentuk kemasan, grafis untuk arsitektur, semua keperluan barang cetakan (company profile, stationery kit, greeting card) perusahaan, tipografi judul film dan 11 Undang-Undang Merek no. 14 tahun 1997, p. 7. 12 Menurut Philip B. Meggs dalam A History of Graphic Design (1986), disain grafis atau ada yang menuliskan desain grafis merupakan istilah yang dinyatakan pertama kali oleh seorang perancang buku dari USA bernama William Addison Dwiggins pada tahun 1922 dan menyebut profesi dirinya sebagai seorang “graphic designer.” televisi, poster, benda pos, mata uang, surat kabar, majalah dan sebagainya.13 Hak atas kekayaan mutlak diperlukan untuk memberikan perlindungan dan jaminan atas kekayaan intelektual desainer grafis.

HAK-HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM DESAIN GRAFIS:

HAK CIPTA

Desain merupakan konsep pemecahan masalah rupa, warna, bahan, teknik, biaya yang diungkapkan dalam gambar dan bentuk. Hak cipta desain grafis otomatis melekat setelah desain itu selesai dirancang. Ada hak cipta yang perlu penyelesaian administratif, artinya diusulkan oleh pencipta, misalnya hak cipta syair dan partitur lagu yang dijadikan motto “Wavin, di mana air mengalir sampai jauh” dibeli dari pencipta lagu Bengawan Solo, yaitu Gesang. Hal ini barangkali yang mendorong artis terkenal Peggy Melati Sukma untuk mendaftarkan kalimat latah ciptaannya "Pusiiiiing, pusiiiing, pusiiiiing" agar tidak digunakan orang lain/ harus meminta ijin kepada yang bersangkutan ke Direktorat Jenderal HAKI, Departemen Hukum dan Perundangundangan RI. Saat ini tengah ditunggu nomor hak ciptanya. Bagi pelanggar, secara HAKI dapat diajukan tuntutan hukum baik secara perdata maupun pidana. Untuk memudahkan tuntutan hukum, produk grafis yang dianggap monumental dan perlu perlindungan dapat didaftarkan pada HAKI. Seseorang setelah selesai menulis naskah buku, disain sampul buku atau company profile, maka hak cipta penulis atau disainer langsung dapat diterakan pada produknya dengan kode ©.16 Tidak semua pelanggaran HAKI dituntut atau digugat oleh pemegang hak cipta. Contoh, desain grafis dan merek kaos DAGADU baik gambar maupun kata-kata telah didaftarkan pada HAKI. Akan tetapi PT. DAGADU ASELI “tidak pernah” Dalam kaitan ini A.D. Pirous dalam tulisannya “Disain Grafis Pada Kemasan”, pada Simposium Disain Grafis, FSRD ISI Yogyakarta, 1989, secara komprehensif mengatakan bahwa semua kebutuhan informasi visual yang perlu dikomunikasikan secara massal menjadi bidang kegiatan perencanaan grafis. RCTI, Cek & Ricek, Jumat, 2 Maret 2001. Klaim hak cipta yang tidak dapat diproses secara hukum ialah kasus penyanyi terkenal Djaja Mihardja menuntut pencipta lagu Papa T. Bob memberikan royalti kepadanya terhadap penjualan kaset lagu anak-anak berjudul "Apaan Tuh". mengingat Djaja secara hukum belum pemah mendaftarkan ucapan kalimat ciptaannya tersebut kepada yang berwenang,

maka permintaan tersebut dengan tegas ditolak oleh Papa T. Bob. Keputusan akhir secara kekeluargaan Papa T. Bob menarik seluruh kaset rekamannya dari pasaran. Khusus untuk mata uang kertas, istilah yang diterapkan ialah delcified artinya “dirancang oleh” dan biasa ditulis dengan singkatan del. Contoh, Sudirno Del. dicetak pada mata uang kertas nominal Rp. 1000,00 emisi tahun 1980. mempermasalahkan pelanggarnya. Alasannya, pertama tidak efisien sebab untuk survey siapa saja yang memalsukan butuh biaya dan waktu tidak sedikit. Kedua, PT. DAGADU ASELI lebih senang menggunakan pendekatan moral, misalnya dengan menganjurkan selalu membeli produk DAGADU asli melalui kalimat sentilan “malu bertanya sesal di kamar, beli tiruan memalukan” pada desain kaos mereka. Contoh sederhana industri penunjang perlengkapan rumah tangga yang telah mendaftarkan kreasi cipta produknya antara lain ialah: disain cover Album Photo "SUSAN" dengan nomor © 006265. Hiasan, motif dan cara pemasangan foto pada

bingkai album telah sah sebagai cara dan milik album foto “SUSAN”. Atau kumpulan

buku resep tentang masakan "Selera Nusantara" dengan nomor © 0019765.

HAK-HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM DESAIN GRAFIS:

MEREK

Merek atau logo yang didaftarkan menggunakan tanda ®,18 (sementara bagi merek yang tidak/belum didaftarkan tetapi digunakan sebagai simbol merek dapat menggunakan tanda TM). Beberapa ketentuan teknis tidak dapat diabaikan untuk menghindari plagiasi atau persaingan curang antar produk, antara lain tidak boleh mempunyai persamaan pada

pokok atau keseluruhan yang meliputi aspek gambar, motif huruf, nama, kata, angkaangka atau persamaan lafal yang menyebabkan kesamaan bunyi. Merek dagang juga tidak dapat didaftarkan jika mengandung salah satu unsur, menyerupai nama orang terkenal, foto, merek dan nama badan hukum lain yang sudah terkenal, peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, simbol, emblem negara baik nasional maupun internasional, menyerupai tanda cap atau stempel resmi yang digunakan negara atau lembaga pemerintah, menyerupai karya orang lain yang dilindungi hak cipta. Penolakan merek terjadi ketika salah satu industri kerajinan sepatu bermerek KeKers, Bandung akan mengajukan hak mereknya pada HAKI. Pengajuan merek tersebut ditolak dengan tegas mengingat karakter huruf yang digunakan menyerupai dan identik dengan sepatu merek terkenal KicKers. Hal ini selain akan mendapat tuntutan hukum dari KicKers, juga dapat menimbulkan keraguan masyarakat, apakah produk tersebut asli atau jiplakan ?

Merek yang ditolak pengajuannya (kiri) dan merek yang dilindungi UU (kanan).

Gugatan terhadap penggunaan merek yang sama diajukan oleh industri kosmetik PT. Mustika Ratu Tbk pada PT. Sari Ayu Martha Tilaar. Pasalnya, Sari Ayu berupaya meluncurkan produk kecantikan dengan merek Taman Sari. Padahal Mustika Ratu mendaftarkan nama tersebut sejak tahun 1996 dan telah digunakan sejak 1997, bahkan belum lama ini mendapatkan sertifikat dari Ditjen HAKI dengan nomor 453653 dan 453654.23 Contoh kasus perlindungan hukum atas merek ialah tatkala tepung terigu produk Bogasari bermerek "Cakra Kembar” bernomor seri 255852 dan Segitiga Biru bernomor seri 258485 dipalsukan oleh pihak lain, maka Bogasari selaku pemegang hak atas merek tersebut menuntut penarikan seluruh produk terigu palsu dari wilayah hukum Pulau Jawa, dan mempublikasikan permohonan maaf di harian media cetak Kompas, Jawa Pos, dan Surabaya Pos.

Bentuk lain upaya perlindungan merek dapat dilakukan dengan cara memberi peringatan kepada para pemalsu berupa iklan peringatan seperti yang dilakukan oleh produsen sepatu dari Italy bermerek terdaftar DIADORA nomor 265171/26-12-1992 dan 308411/2-12-1992 melalui media masa. Berdasarkan UU No. 19 tahun 1992 tentang

Apabila merek dapat menimbulkan kesamaan dalam bunyi misal sebuah produk akan menggunakan merek Bunda Kandung, sementara di kantor HAKI telah terdaftar merek Bundo Kanduang, maka dengan tegas pengajuan tersebut ditolak.

Republika, 17 Oktober 2000, p. memuat polemik yang berkepanjangan ini. Dalam siaran pers PT. Mustika Ratu mengaku telah menelan kerugian cukup besar, sebab dalam waktu 10 tahun menghabiskan biaya 200 miliar rupiah, dan untuk promosi ini telah mengeluarkan dana 30 miliar rupiah. Sementara itu produsen pesaing yang disomasi, PT. Martina Bertho tenang-tenang saja dengan alasan suatu perusahaan tidak berhak menarik merek produk perusahaan lain selama berkas permohonan yang diajukan ke Ditjen. HAKI dengan beberapa tahapan belum ditolak. Lembaran Siaran Pers PT. Mustika Ratu Tbk., 2000. merek, pasal 12 bab 5 Ketentuan Pidana, para pemalsu dapat dikenai penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 serta segera menarik seluruh produk palsu dari peredaran selambat-lambatnya 14 hari terhitung sejak pengumuman dimuat / diedarkan. Menanggapi banyak kasus brand infringement seperti itu, Sudargo Gautama mengingatkan, "Jangan tinggal diam. Sekecil apa pun gangguan terhadap merek, pengusaha hendaknya melindungi mereknya dari para pendompleng dan pemalsu agar tetap eksis sebagai merek. Kalau dibiarkan, merek akan kehilangan identitasnya dan kerugian besar bisa datang". Melihat beberapa kasus di atas, maka karya desain grafis secara de jure dan defacto dilindungi oleh undang-undang dan hukum. Dengan demikian setiap upaya pemalsuan, persaingan curang, dan plagiasi karya grafis sejak awal dapat dihindarkan. Semua itu tinggal kemauan atau itikad baik produsen, desainer, advertising agency agar lebih produktif menciptakan kreasi sendiri.

KASUS HAKI BERKAITAN DENGAN PERSAINGAN CURANG

Selain melindungi hak cipta, HAKI juga melindungi suatu perusahaan dari upaya persaingan tidak sehat yang “menyerang, merendahkan, atau menganggap berada di bawah kelas” merek lain. Salah satu kasus adalah iklan komparatif produk susu bubuk Andec. Gara-gara sebuah iklan komparasi, terbitlah somasi antara PT. NESTLE INDONESIA melawan PT. NEW ZEALAND MILK INDONESIA dan PT. Poliyama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sebagai kasus pengadilan iklan pertama yang berlangsung bulan November hingga awal Desember 2001. Andec melalui biro iklannya,

Poliyama merilis iklan perbandingannya pada sejumlah media cetak nasional dan daerah

antara lain Tempo, Ricek , Wanita Indonesia , Aura, Bintang Indonesia dan Citra.

Iklan dengan tampilan visual ‘merendahkan’ merk lain. Fisik kemasan samar tapi nyata menampilkan sosok susu Dancow (sumber www.decatek.com ) Hingga minggu pertama Desember, tak terlihat ada gelagat aneh yang ditujukan baik kepada PT. NEW ZEALAND MILK INDONESIA maupun Poliyama, berkaitan dengan iklan tersebut. Namun sontak situasi jadi berubah. Tanggal 6 Desember 1999, Insan Budi Maulana, kuasa hukum PT. NESTLE INDONESIA dari kantor pengacara Lubis, Santosa & Maulana melayangkan surat kepada Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia dan Ketua Komisi Periklanan Indonesia, dengan tembusan kepada Poliyama. Mereka berkeberatan atas penayangan iklan komparasi Andec yang dinilai telah menyudutkan Dancow, salah satu merek keluaran PT. NESTLE INDONESIA. Berdasarkan pasal 1365 KUHP, pengacara PT. NESTLE INDONESIA menggugat PT. NEW ZEALAND MILK INDONESIA dan Poliyama telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum atau Persaingan Curang. Dalam surat gugatan itu disebutkan antara lain:

".…Bahwa tanpa sepengetahuan dan seizin Penggugat, ternyata Tergugat I secara bersama-sama dengan Tergugat II telah memuat iklan di beberapa media cetak lokal dan nasional suatu produk susu bubuk yang membandingkan secara langsung yang menggunakan warna kemasan yang serupa dengan produk susu instant full cream Dancow milik Penggugat, yang maksud dan tujuannya dapat dipastikan merupakan tindakan yang mendiskreditkan susu bubuk full cream Penggugat". Lantaran itu, ".…tindakan Tergugat I yang memasang iklan produk susu dengan merek Andec merupakan tindakan persaingan curang." Peringatan sudah meluncur dari Insan Budi Maulana, kuasa hukum PT. NESTLE INDONESIA (yang sekaligus pendiri Yayasan HAKI). Sekurangnya ada sepuluh iklan yang kebanyakan bernada komparasi, secara yuridis bisa diseret ke pengadilan dengan dalih utama telah menyudutkan merek atau produsen lain yang dikomparasikan. Ia antara lain menunjuk kasus sentilan iklan permen Yesco, iklan rokok Prinsip, maupun iklan permen Kino.

PENUTUP SEBAGAI SIMPULAN

Uraian di muka menghantarkan pada pemahaman bahwa:

1. HAKI adalah salah satu perangkat yang dapat dipakai sebagai “jaminan perlindungan” para desainer atau pencipta atas hasil karya intelektual .

2. Dalam upaya mengurangi terjadinya persaingan curang, plagiasi dan pemalsuan maka

perlu perenungan bersama, baik produsen, desainer, biro iklan dan lembaga terkait untuk perlu segera mendaftarkan karya hak atas kekayaan intelektual sesuai kategori produk yang dihasilkan.

3. Menghindari tindakan melawan hukum atas HAKI dengan menciptakan persaingan sehat melalui upaya penciptaan produk atau perancangan komunikasi visual dengan ide orisinal.

4. Mengadakan pengusutan dan upaya tuntutan hukum atas pelanggaran HAKI karya

grafis.

5. Perlu sosialisai undang-undang perlindungan HAKI, paten, hak cipta, dan merek baik

lewat lembaga formal ataupun informal.

Sumber Tulisan Dari :

http://desaingrafisindonesia.files.wordpress.com/2009/05/dkv02040203.pdf

Komentar Saya :

Dalam tulisan tersebut diatas penulis kurang menjabarkan tetang perlindungan hukum terhadap produsen-produsen kecil yang tanpa sengaja menciptakan merek dagang yang sama, yang disebabkan oleh ketidak tahuan tentang undang-undang pelanggaran hak cipta.

Dalam tulisan tersebut diatas penulis kurang menjelaskan tentang program-program apa saja yang telah dilakukan pemerintah guna meminimalisir terjadinya kasus pelanggaran HAKI.

Saran-Saran Saya :

1. Dalam kasus pelanggaran atas HAKI hendaknya pemerintah mengambil tindakan cepat dan tegas terhadap oknum yang melakukan pelanggaran tersebut, hal ini dilatarbelakangi bahwa semakin lama pengusutan yang dilakukan maka semakin besar tingkat kerigian yang diderita pemegang Hak Cipta tersebut.

2. Terhadap oknum yang melakukan pelanggaran atas HAKI, pemerintah hendaknya meninjau kembali atas sanksi yang deberikan terhadap oknum tersebut, misalnya seperti hukuman penjara yang maksimal 7 tahun diganti menjadi 20 tahun, denda yang awalnya maksimal Rp 100.000.000,- diganti menjadi 100 kali lipat dari kerugian yang dialami pemegang hak cipta tersebut.

3. Meskipun demikian kita tidak serta merta memojokkan seseorang dalam hal pemberian merek dagang ataupun hak cipta lainnya, bias saja dengan keterbatasan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki sebuah produsen produk tidak mengetahui jika merek dangang yang diciptakannya telah merupakan merek dagang dari produk lain, sebagai contoh Usaha-Usaha Kerajinan yang berada di daerah, atau UKM lain yang dalam hakekatna mereka belum tau betul tentang pelanggaran hak cipta. Oleh sebab itu saya menyarankan agar pemerintah melakukan sosialisasi ataupun penyuluhan terhadap pelanggaran hak cipta ke daerah-daerah terpencil.

4. Hendaknya pemerintah melakukan penyampaian informasi yang up to date mengenai merek-merek dagang yang telah terdaftar secara berkala, misalnya setiap satu bulan sekali memberitahukan merek-merek dagang yang baru terdaftar agar prodsen lain tahu akan adanya penambahan merek dagang tersebut sehingga menghidari kasus plagirisme yang tidak sengaja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar